Sabtu, 19 Januari 2013

Apa, Mengapa, dan Bagaimana Anak Usia Dini Belajar Menurut Para Ahli?



1.      Maslow
Menurut Maslow (dalam http://www.scribd.com) dalam perkembangannya anak mempunyai berbagai kebutuhan yang perlu dipenuhi, yaitu kebutuhan primer yang mencakup pangan, sandang, dan ‘papan’ serta kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan penghargaan terhadap dirinya. Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, anak termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut (http://id.wikipedia.org) :
a.       Kebutuhan fisiologis atau dasar
Pada tingkat yang paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik (kebutuhan akan udara, makanan, minuman dan sebagainya). Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi maka manusia yang bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety needs).
b.      Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan keselamatan membiarkan individu untuk merasa selamat dan aman. Jika safety needs ini terlalu lama dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan anak tentang dunianya bisa terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang makin negatif.



c.       Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Setiap anak ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang-orang di sekitarnya. Ia ingin mencintai dan dicintai. Anak ingin setia kawan dan butuh kesetiakawanan. Anak butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga.
d.      Kebutuhan untuk dihargai
Anak yang terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self actualization).
e.       Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Pemenuhan potensi diri sendiri dikenali. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri terdiri dari kebenaran, kebaikan, keindahan atau kecantikan, keseluruhan (kesatuan), dikotomi-transedensi, erkehidupan (berproses, berubah tetapi tetap pada esensinya), keunikan, kesempurnaan, keniscayaan, penyelesaian, keadilan, keteraturan, kesederhanaan, kekayaan, bermain, dan mencukupi diri sendiri
Terpenuhinya kebutuhan tersebut akan memungkinkan anak mendapat peluang mengaktualisasikan dirinya, dan hal ini dapat menghadirkan pelatuk untuk mengembangkan seluruh potensi secara utuh. Pemenuhan kebutuhan dalam harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Prinsip tersebut dinamakan praktek-praktek yang sesuai dengan perkembangan anak  atau disebut juga developmentally appropriate practice atau DAP (Bredekamp dalam http://www.scribd.com/doc)

2.      Smilansky
Smilansky (dalam http://repository.upi.edu) mengungkapkan bahwa anak usia dini belajar melalui panca indranya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungannya. Terdapat beberapa tipe bermain dalam pembelajaran yang dijabarkan Smilansky, diantaranya yaitu functional play, constuctive play, dramatic play dan game with rules.
Functional play adalah sebuah bentuk permainan dimana anak menggunakan indera dan otot-ototnya untuk bereksperimen dengan bahan-bahan baik didalam maupun di luar ruangan dan belajar bagaimana sesuatu dapat bergerak bersamaan. Hal ini memuaskan kebutuhan anak untuk menjadi aktif dan bereksplorasi. Dalam bermain fungsional anak mengulang perilaku mereka terus menerus sambil berbicara pada dirinya sendiri tentang apa yang ia lakukan.
Dalam bermain pembangunan membantu anak dalam mengembangkan keterampilan-keterampilan yang akan mendukung dalam kegiatan akademik. Smilansky mengungkapkan bahwa di dalam constuctive play, children’s actions are purposeful and directed toward a goal. Ketika anak diberikan kesempatan untuk bermain ini  berarti anak diberikan kesempatan untuk mengembangkan perkembangan kognitif, sosial, emosional dan perkembangan fisiknya.
Dramatic play dapat berkembang sepanjang bermain fungsional. Perbedaan utama antar bermain drama dengan bermain jenis laniinya adalah bahwa bermain drama berorientasi pada orang, bukan berorientasi pada bahan atau objek. Anak-anak yang tidak terlibat secara terus menerus dalam bermain peran dengan anak-anak lain mengalami kesulitan di kemudian hari.
Dalam kegiatan game with rules anak sudah memahami dan bersedia mematuhi peraturan permainan. Aturan permainan pada awalnya dapat dan boleh diubah sesuai kesepakatan orang yang terlibat dalam permainan asalkan tidak menyimpang jauh dari aturan umumnya., misalnya bermain kartu domino, bermain tali atau monopoli (Sujiono, 2009:119)

3.      Erikson
            Erikson mengemukakan bahwa perkembangan manusia adalah sintesis dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas social (Sumantri & Syaodih, 2008: 1.10). Perkembangan afektif merupakan dasar perkembangan manusia. Erikson membagi delapan tahap perkembangan psikososial anak yaitu sebagai berikut.




a         Trust vs Mistrust (0-1 thn)
Bayi yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diaajak main dan bicara, maka akan tumbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang disekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadikan tempat ia menggantungkan hidupnya. Jika sebaliknya, maka pada bayi akan tumbuh rasa takut serta ketidakpercayaan terhadap dunia di sekelilingnya.
b        Autonomy vs Shame & Doubt (2-3 thn)
Jika anak menninggalkan masa perkembangan ini dengan autonomi yang lebih kecil daripada rasa malu dan ragu, ia akan mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomi pada masa remaja dan dewasanya. Sebaliknya, jika anak melalui masa ini dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi siklus kehidupan berikutnya.
c         Initiative vs Guilt (4-5 thn)
Anak yang diberi kebebasan dan kesempatan untuk berinisiatif pada permainan motoris serta mendapat jawaban yang memadai dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya, maka inisiatifnya akan berkembang dengan pesat.
d        Industry vs Inferiority ( 6 th-pubertas)
Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain, dan belajar menurut peraturan yang ada. Pengalaman-pengalaman anak mempengaruhi industyi dan infentiority anak.
e         Identity & Repudiation vs Identity Diffusion (masa remaja)
Pada masa ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. Ia mempunyai perasaan-perasan dan keingainan baru sebagai akibat perubahan-perubahan tubuhnya.
f         Intimacy & Solidarity vs Isolation (masa dewasa muda)
Pada tahap ini keberhasilan tidak bergantung secara langsung kepada orang tua. Jika intimacy tidak terdapat di antara sesama teman, akan terdapat apa yang disebut isolation.
g        Generativity vs Stagnation (masa dewasa)
Generativity berarti orang mulai memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya sendiri. Orang yang tidak berhasil mencapai generavity berarti ia berada dalam keadaan self absorption dengan hanya memutuskan perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan pribadinya saja.
h        Integrity vs Despair (masa tua).
Pada tahap ini usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan. Integrity timbul dari kemampuan individu untuk melihat kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan despair, yaitu keadaan dimana individu yang menengok ke belakang dan meninjau kembali kehidupannya di masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah.

4.      Piaget
Menurut pandangan Piaget (dalam Sujiono, 2012: 120) intelegensi anak berkembang melalui suatu proses active learning dengan cara memberikan kesempatan kepada anak untuk terlihat secara aktif dalam kegiatan yang dapat mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera anak.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 fase, yaitu:
a.       Sensori Motor (0-2 tahun)
      Pada tahap ini anak berinteraksi dengan dunia sekitar melalui panca indera. Dapat berpikir kompleks seperti bagaimana cara untuk mendapatkan suatu benda yang diinginkan dan melakukan apa yang diinginkannya dengan benda tersebut. Kemampuan ini merupakan awal berpikir secara simbolik yaitu kemampuan untuk memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut secara empirik.
b.      Pra Operasional (2-7 tahun)
Fase ini merupakan masa permulaan anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Cara berpikir anak belum stabil dan belum terorganisir secara deduktif.



c.       Operasi Konkret (7-12 tahun)
Anak sudah mempunyai kemampuan berpikir secara logis dengan syarat objek yang menjadi sumber berpikir tersebut hadir secara konkret. Anak dapat mengklasifikasi objek, mengurutkan benda sesuai dengan tata urutannya, memahami cara pandang orang lain dan berpikir secara deduktif.
d.      Operasi Formal (12 tahun ke atas)
   Anak dapat bepikir secara abstrak seperti kemampuan mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi, melakukan proses berpikir ilmiah yaitu mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut.

5.      Vygotsky
Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan fisik (http://masrush.wordpress.com). Inti konstruktivisme Vygotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar. Konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang mempunyai suatu pedoman dalam filosofi dan antropologi sebaik psikologi. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak berkembang melalui interaksi sosial. Anak mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu. Berhubungan dengan proses pembentukan pengetahuan, Vygotsky mengemukakan konsep zone of proximal development (ZPD) sebagai kapasitas potesial belajar anak yang dapat berwujud melalui bantuan orang dewasa atau orang yang lebih terampil (Sujiono, 2012: 115).
ZPD atau scaffolding interpretation merupakan tahapan untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi.
Empat tahapan yang terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran:
a)      Tindak anak-anak masih dipengaruhi/dibantu orang lain
b)      Tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri
c)      Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi
d)     Tindakan spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berpikir secara abstrak.
Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya. Pertama, menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah (http://utak-atik-psikologi.blogspot.com).
Menurut Vygotsky keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi social langsung. Melalui pengoranisasian pengalaman-pengalaman interaksi social yang berada dalam suatu latar belakang kebudayaan ini. Perkembangan anak menjadi matang. Pembelajaran berdasarkan scaffolding yaitu memberikan ketrampilan yang penting untuk pemecahan masalah secara mandiri, seperti diskusi dan praktek langsung. Zone of Proximal Development adalah wilayah dimana anak mampu untuk belajar dengan bantuan orang yang kompeten. Batas ZPD yang lebih rendah ialah level pemecahan masalah yang di capai oleh seorang anak yang bekerja secara mandiri. Dan batas yang lebih tinggi ialah level tanggung jawab tambahan yang dapat di terima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur yang mampu.
Ada beberapa prinsip dasar dalam penerapan teori Vygotsky dikelas (http://masrush.wordpress.com):
a.       Belajar dan berkembang adalah aktivitas sosial dan kolaboratif.
b.      ZPD dapat menjadi pemandu dalam penyusunan kurikulum dan pelajaran.
c.       Pembelajaran disekolah harus dalam konteks yang bermakna, tidak boleh dipisahkan dari pengetahuan anak-anak yang dibangun dalam ‘dunia nyata’ mereka.


6.      Gardner
            Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) dikemukakan oleh Howard Gardner, seorang profesor psikologi dari Harvard University. Gardner mengatakan bahwa orang yang berbeda memiliki kecerdasan yang berbeda. Howard Gardner dalam bukunya The Theory of Multiple Intelegence (dalam http kecerdasan-ganda.blogspot.com) mengusulkan delapan macam komponen kecerdasan, yang disebutnya dengan Multiple Intelegence (Intelegensi Ganda). Intelegensi ganda meliputi: (a) kecerdasan linguistik-verbal dan (b) kecerdasan logika-matematik (c) kecerdasan spasial-visual, (d) kecerdasan ritmik-musik, (e) kecerdasan kinestetik, (f) kecerdasan interpersonal, (g) kecerdasan intrapersonal, (h) kecerdasan naturalis. Howard Gardner mengemukakan bahwa pada dasarnya anak memiliki delapan jenis kecerdasan dasar tersebut.
a.       Kecerdasan Bahasa
Kecerdasan bahasa berisi kemampuan untuk berfikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan arti yang kompleks. Anak dengan kecerdasan verbal ini sangat cakap dalam berbahasa, menceriterakan kisah, berdebat, berdiskusi, menyampaikan laporan dan berbagai aktivitas lain yang terkait dengan berbicara dan menulis.
b.      Kecerdasan Matematis/Logis
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis dan ilmiah, adanya konsistensi dalam pemikiran. Anak yang cerdas secara logika-matematika seringkali tertarik dengan pola dan bilangan/angka-angka. Mereka belajar dengan cepat operasi bilangan dan cepat memahami konsep waktu, menjelaskan konsep secara logis, atau menyimpulkan informasi secara matematik.
c.        Kecerdasan Spasial
Kecerdasan ini ditunjukkan oleh kemampuan anak untuk melihat secara rinci gambaran visual yang terdapat di sekitarnya. Anak yang memiliki kecerdasan spasial adalah orang yang memiliki kapasitas dalam berfikir secara tiga  dimensi. Kecerdasan spasial memungkinkan individu dapat mempersepsikan gambar-gambar baik internal maupun eksternal dan mengartikan atau mengkomunikasikan informasi grafis.
d.      Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan kinestetik adalah kecerdasan yang memungkinkan seorang memanipulasi objek dan cakap melakukan aktivitas fisik. Kecerdasan ini ditunjukkan oleh kemampuan seseorang untuk membangun hubungan yang penting antara pikiran dengan tubuh.
e.       Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal dibuktikan dengan adanya rasa sensitif terhadap nada, melodi, irama musik. Kecerdasan musikal merupakan suatu alat yang potensial karena harmoni dapat merasuk ke dalam jiwa seseorang melalui tempat-tempat yang tersembunyi di dalam jiwa.
f.       Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat memahami dan dapat melakukan interaksi secara efektif dengan orang lain. Pada saat berinteraksi dengan orang lain, anak dapat memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan teman interaksinya, kemudian memberikan respon yang layak
g.      Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal diperlihatkan dalam bentuk kemampuan dalam membangun persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut dalam membuat rencana dan mengarahkan orang lain.
h.      Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan ini ditandai dengan keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies-flora dan fauna di lingkungannya. Para pecinta alam adalah contoh orang tergolong sebagai orang – orang yang memiliki kecerdasan ini.
Kemampuan mendidik sangat erat kaitannya dengan kemampuan mengidentifikasi dan melihat potensi kecerdasan pembelajar serta memahami bagaimana hal itu dikumpulkan dalam suatu rangkaian belajar yang menarik. Setiap pembelajar memiliki sembilan kecerdasan dan dapat dikembangkan sampai tingkat kompetensi yang paling optimal dapat dicapai anak. Di sisi lain, masing-masing anak memiliki kecenderungan (inklinasi) terhadap kecerdasan tertentu atau kelebihan yang ditunjukkan melalui perilaku spesifik. Dalam pembelajaran harus dihindari pembatasan kemampuan hanya dalam satu katagori atau wilayah kecerdasan tertentu saja. Tetapi lebih penting bagaimana anak di perlakukan sebagai orang yang sedang melakukan perjalanan hidupnya dengan cara yang memungkinkan mengoptimalkan apa yang ada dalam dirinya.
Tabel berikut menggambarkan tentang kecenderungan dan kegemaran dan  perilaku yang dapat dimati dan metode belajar yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan masing-masing kecerdasan (http://novirizkiy.blogspot.com) :
Jenis Kecerdasan
Kecenderungan /
Kegemaran
Metode Belajar

Bahasa / Verbal
Gemar :
- membaca
- menulis
- bercerita
- bermain kata
Membaca, menulis, mendengar

Matematis Logis
Gemar :
- bereksperimen
- tanya jawab
- menjawawab teka-teki logis
Berhitung, aplikasi rumus, eksperimen

Spasial
Gemar :
- mendesain
- menggambar
- berimajinasi
- membuat sketsa
Observasi, menggambar, mewarnai, membuat peta

Kinestetik tubuh
Gemar :
- menari
- berlari
- melompat
- meraba
- memberi isyarat
Membangun, mempraktekan. menari, ekspresi

Musikal
Gemar :
- bernyanyi
- bersiul
- bersenandung
Menyanyi, menghayati lagu, mamainkan instrumen musik

Interpersonal
Gemar :
- memimpin
- berorganisasi

Observasi alam dan bermain kelompok bersama teman-teman

Intrapersonal
Gemar :
-     menyendiri
-     memilih tokoh favorit yang positif, dan membaca serta menjadikan mereka sebagai kawan imajinasi dalam memecahkan suatu permasalahan
Meluangkan waktu sekitar sepuluh menit setiap sore hari untuk meninjau kembali secara mental berbagai macam perasaan dan gagasan yang dialami.

Naturalis
Gemar :
-     bermain di alam
-     memelihara hewan
-     senang dengan tumbuh-tumbuhan
Mengenali dan mengkategorikan spesies-flora dan fauna di lingkungannya.













DAFTAR PUSTAKA





http://novirizky.blogspot.com/2012/03/teori-kecerdasan-ganda.html




Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta. PT Indeks.

Sumantri Mulyani dan Syaodih Nana. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Universitas Terbuka



Tiada ulasan:

Catat Ulasan