1.
Maslow
Menurut Maslow (dalam http://www.scribd.com) dalam perkembangannya anak
mempunyai berbagai kebutuhan yang perlu dipenuhi, yaitu kebutuhan primer yang mencakup pangan, sandang, dan ‘papan’
serta kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan penghargaan terhadap dirinya. Maslow menggunakan piramida sebagai peraga untuk
memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, anak termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan
atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut
adalah sebagai berikut (http://id.wikipedia.org)
:
Pada tingkat yang
paling bawah, terdapat kebutuhan yang bersifat fisiologik (kebutuhan akan
udara, makanan, minuman dan sebagainya). Kebutuhan ini dinamakan juga kebutuhan
dasar (basic needs) yang jika tidak dipenuhi maka manusia yang
bersangkutan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena seluruh
kapasitas manusia tersebut dikerahkan dan dipusatkan hanya untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya itu. Sebaliknya, jika kebutuhan dasar ini relatif sudah
tercukupi, muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa aman
(safety needs).
b. Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan
keselamatan membiarkan individu untuk merasa selamat dan aman. Jika safety needs ini terlalu lama
dan terlalu banyak tidak terpenuhi, maka pandangan anak tentang dunianya bisa
terpengaruh dan pada gilirannya pun perilakunya akan cenderung ke arah yang
makin negatif.
c. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
Setiap
anak ingin mempunyai hubungan yang hangat dan akrab, bahkan mesra dengan orang-orang
di sekitarnya. Ia ingin mencintai dan dicintai. Anak ingin setia kawan dan
butuh kesetiakawanan. Anak butuh menjadi bagian dalam sebuah keluarga.
d. Kebutuhan untuk dihargai
Anak yang
terpenuhi kebutuhannya akan harga diri akan tampil sebagai orang yang percaya
diri, tidak tergantung pada orang lain dan selalu siap untuk berkembang terus
untuk selanjutnya meraih kebutuhan yang tertinggi yaitu aktualisasi diri (self
actualization).
e. Kebutuhan
untuk aktualisasi diri
Pemenuhan
potensi diri sendiri dikenali. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri terdiri dari kebenaran, kebaikan, keindahan
atau kecantikan, keseluruhan (kesatuan), dikotomi-transedensi, erkehidupan
(berproses, berubah tetapi tetap pada esensinya), keunikan, kesempurnaan, keniscayaan,
penyelesaian, keadilan, keteraturan, kesederhanaan, kekayaan, bermain, dan mencukupi
diri sendiri
Terpenuhinya
kebutuhan tersebut akan memungkinkan anak mendapat peluang mengaktualisasikan
dirinya, dan hal ini dapat menghadirkan pelatuk untuk mengembangkan
seluruh potensi secara utuh. Pemenuhan kebutuhan dalam harus disesuaikan
dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Prinsip tersebut dinamakan praktek-praktek
yang sesuai dengan perkembangan anak atau disebut juga developmentally appropriate practice atau DAP (Bredekamp dalam http://www.scribd.com/doc)
2. Smilansky
Smilansky (dalam http://repository.upi.edu) mengungkapkan bahwa anak
usia dini belajar melalui panca indranya dan melalui hubungan fisik dengan
lingkungannya. Terdapat
beberapa tipe bermain dalam pembelajaran yang dijabarkan Smilansky, diantaranya
yaitu functional play, constuctive play,
dramatic play dan game with rules.
Functional play adalah sebuah bentuk
permainan dimana anak menggunakan indera dan otot-ototnya untuk bereksperimen
dengan bahan-bahan baik didalam maupun di luar ruangan dan belajar bagaimana
sesuatu dapat bergerak bersamaan. Hal
ini memuaskan kebutuhan anak untuk menjadi aktif dan bereksplorasi. Dalam
bermain fungsional anak mengulang perilaku mereka terus menerus sambil
berbicara pada dirinya sendiri tentang apa yang ia lakukan.
Dalam bermain pembangunan membantu anak dalam mengembangkan
keterampilan-keterampilan yang akan mendukung dalam kegiatan akademik. Smilansky
mengungkapkan bahwa di dalam constuctive
play, children’s actions are
purposeful and directed toward a goal. Ketika anak diberikan kesempatan
untuk bermain ini berarti anak diberikan
kesempatan untuk mengembangkan perkembangan kognitif, sosial, emosional dan
perkembangan fisiknya.
Dramatic play dapat berkembang sepanjang bermain fungsional.
Perbedaan utama antar bermain drama dengan bermain jenis laniinya adalah bahwa
bermain drama berorientasi pada orang, bukan berorientasi pada bahan atau
objek. Anak-anak yang tidak terlibat secara terus menerus dalam bermain peran
dengan anak-anak lain mengalami kesulitan di kemudian hari.
Dalam kegiatan game with rules anak sudah memahami dan bersedia mematuhi peraturan
permainan. Aturan permainan pada awalnya dapat dan boleh diubah sesuai
kesepakatan orang yang terlibat dalam permainan asalkan tidak menyimpang jauh
dari aturan umumnya., misalnya bermain kartu domino, bermain tali atau monopoli
(Sujiono, 2009:119)
3. Erikson
Erikson mengemukakan bahwa
perkembangan manusia adalah sintesis dari tugas-tugas perkembangan dan
tugas-tugas social (Sumantri & Syaodih, 2008: 1.10). Perkembangan afektif
merupakan dasar perkembangan manusia. Erikson membagi delapan tahap perkembangan
psikososial anak yaitu sebagai berikut.
a
Trust vs Mistrust
(0-1 thn)
Bayi yang
kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, selalu
dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diaajak main dan bicara, maka akan
tumbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang
disekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadikan tempat ia
menggantungkan hidupnya. Jika sebaliknya, maka pada bayi akan tumbuh rasa takut
serta ketidakpercayaan terhadap dunia di sekelilingnya.
b
Autonomy vs Shame
& Doubt (2-3 thn)
Jika anak
menninggalkan masa perkembangan ini dengan autonomi yang lebih kecil daripada
rasa malu dan ragu, ia akan mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomi pada
masa remaja dan dewasanya. Sebaliknya, jika anak melalui masa ini dengan adanya
keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu dengan rasa outonomus,
maka ia sudah siap menghadapi siklus kehidupan berikutnya.
c
Initiative vs Guilt
(4-5 thn)
Anak yang
diberi kebebasan dan kesempatan untuk berinisiatif pada permainan motoris serta
mendapat jawaban yang memadai dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya, maka
inisiatifnya akan berkembang dengan pesat.
d
Industry vs Inferiority
( 6 th-pubertas)
Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain, dan
belajar menurut peraturan yang ada. Pengalaman-pengalaman anak mempengaruhi industyi dan infentiority anak.
e
Identity & Repudiation
vs Identity Diffusion (masa remaja)
Pada masa ini
anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. Ia mempunyai perasaan-perasan
dan keingainan baru sebagai akibat perubahan-perubahan tubuhnya.
f
Intimacy & Solidarity
vs Isolation (masa dewasa muda)
Pada tahap ini keberhasilan tidak bergantung
secara langsung kepada orang tua. Jika intimacy
tidak terdapat di antara sesama teman, akan terdapat apa yang disebut isolation.
g
Generativity vs Stagnation
(masa dewasa)
Generativity berarti orang mulai
memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya sendiri. Orang yang tidak
berhasil mencapai generavity berarti
ia berada dalam keadaan self absorption
dengan hanya memutuskan perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenangan
pribadinya saja.
h
Integrity vs Despair (masa
tua).
Pada tahap ini
usaha-usaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan. Integrity timbul dari kemampuan individu
untuk melihat kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan despair, yaitu keadaan dimana individu
yang menengok ke belakang dan meninjau kembali kehidupannya di masa lalu
sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah.
4. Piaget
Menurut pandangan Piaget (dalam
Sujiono, 2012: 120) intelegensi anak berkembang melalui suatu proses active learning dengan cara memberikan
kesempatan kepada anak untuk terlihat secara aktif dalam kegiatan yang dapat
mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera anak.
Piaget membagi
perkembangan kognitif anak ke dalam 4 fase, yaitu:
a. Sensori Motor (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak berinteraksi dengan
dunia sekitar melalui panca indera. Dapat berpikir kompleks seperti bagaimana
cara untuk mendapatkan suatu benda yang diinginkan dan melakukan apa yang
diinginkannya dengan benda tersebut. Kemampuan ini merupakan awal berpikir
secara simbolik yaitu kemampuan untuk memikirkan suatu objek tanpa kehadiran
objek tersebut secara empirik.
b. Pra Operasional (2-7 tahun)
Fase
ini merupakan masa permulaan anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun
pikirannya. Cara berpikir anak belum stabil dan belum terorganisir secara
deduktif.
c. Operasi Konkret (7-12 tahun)
Anak
sudah mempunyai kemampuan berpikir secara logis dengan syarat objek yang
menjadi sumber berpikir tersebut hadir secara konkret. Anak dapat
mengklasifikasi objek, mengurutkan benda sesuai dengan tata urutannya, memahami
cara pandang orang lain dan berpikir secara deduktif.
d. Operasi Formal (12 tahun ke atas)
Anak dapat bepikir secara abstrak
seperti kemampuan mengemukakan ide-ide, memprediksi kejadian yang akan terjadi,
melakukan proses berpikir ilmiah yaitu mengemukakan hipotesis dan menentukan
cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut.
5.
Vygotsky
Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky adalah bahwa
belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun
lingkungan fisik (http://masrush.wordpress.com). Inti konstruktivisme Vygotsky
adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada
lingkungan sosial dalam belajar. Konstruktivisme
adalah suatu teori belajar yang mempunyai suatu pedoman dalam filosofi dan
antropologi sebaik psikologi. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak berkembang melalui
interaksi sosial. Anak mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu. Berhubungan dengan proses pembentukan
pengetahuan, Vygotsky mengemukakan konsep zone
of proximal development (ZPD) sebagai kapasitas potesial belajar anak yang
dapat berwujud melalui bantuan orang dewasa atau orang yang lebih terampil
(Sujiono, 2012: 115).
ZPD atau scaffolding interpretation
merupakan tahapan untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi.
Empat tahapan
yang terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran:
a) Tindak anak-anak masih dipengaruhi/dibantu
orang lain
b) Tindakan anak didasarkan atas inisiatif
sendiri
c) Tindakan anak berkembang spontan dan
terinternalisasi
d) Tindakan spontan akan terus diulang-ulang
hingga anak siap untuk berpikir secara abstrak.
Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori
pembelajarannya. Pertama, menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga
siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi
pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal
development mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran
menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu
teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial
yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam
usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah (http://utak-atik-psikologi.blogspot.com).
Menurut Vygotsky keterampilan-keterampilan dalam
keberfungsian mental berkembang melalui interaksi social langsung. Melalui
pengoranisasian pengalaman-pengalaman interaksi social yang berada dalam suatu
latar belakang kebudayaan ini. Perkembangan anak menjadi matang. Pembelajaran
berdasarkan scaffolding yaitu memberikan ketrampilan yang penting untuk
pemecahan masalah secara mandiri, seperti diskusi dan praktek langsung. Zone of
Proximal Development adalah wilayah dimana anak mampu untuk belajar dengan
bantuan orang yang kompeten. Batas ZPD yang lebih rendah ialah level pemecahan
masalah yang di capai oleh seorang anak yang bekerja secara mandiri. Dan batas
yang lebih tinggi ialah level tanggung jawab tambahan yang dapat di terima oleh
anak dengan bantuan seorang instruktur yang mampu.
Ada beberapa prinsip dasar dalam penerapan
teori Vygotsky dikelas (http://masrush.wordpress.com):
a. Belajar dan berkembang adalah aktivitas
sosial dan kolaboratif.
b. ZPD dapat menjadi pemandu dalam penyusunan
kurikulum dan pelajaran.
c. Pembelajaran disekolah harus dalam konteks
yang bermakna, tidak boleh dipisahkan dari pengetahuan anak-anak yang dibangun
dalam ‘dunia nyata’ mereka.
6. Gardner
Teori
Kecerdasan Ganda (Multiple Inteligence) dikemukakan oleh Howard Gardner,
seorang profesor psikologi dari Harvard University. Gardner mengatakan bahwa orang yang
berbeda memiliki kecerdasan yang berbeda. Howard Gardner dalam bukunya The Theory of Multiple Intelegence (dalam http
kecerdasan-ganda.blogspot.com) mengusulkan delapan macam komponen kecerdasan, yang disebutnya dengan Multiple Intelegence (Intelegensi
Ganda). Intelegensi ganda meliputi: (a) kecerdasan linguistik-verbal dan (b)
kecerdasan logika-matematik (c) kecerdasan spasial-visual, (d) kecerdasan
ritmik-musik, (e) kecerdasan kinestetik, (f) kecerdasan interpersonal, (g)
kecerdasan intrapersonal, (h) kecerdasan naturalis. Howard
Gardner mengemukakan bahwa pada dasarnya anak memiliki delapan jenis kecerdasan
dasar tersebut.
a.
Kecerdasan Bahasa
Kecerdasan bahasa berisi kemampuan untuk berfikir dengan kata-kata dan
menggunakan bahasa untuk mengekspresikan arti yang kompleks. Anak dengan
kecerdasan verbal ini sangat cakap dalam berbahasa, menceriterakan kisah,
berdebat, berdiskusi, menyampaikan laporan dan berbagai aktivitas lain yang
terkait dengan berbicara dan menulis.
b.
Kecerdasan
Matematis/Logis
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan anak untuk
berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis dan ilmiah, adanya
konsistensi dalam pemikiran. Anak yang
cerdas secara logika-matematika seringkali tertarik dengan pola dan
bilangan/angka-angka. Mereka belajar dengan cepat operasi bilangan dan cepat
memahami konsep waktu, menjelaskan konsep secara logis, atau menyimpulkan
informasi secara matematik.
c.
Kecerdasan
Spasial
Kecerdasan ini
ditunjukkan oleh kemampuan anak untuk melihat secara rinci gambaran visual yang
terdapat di sekitarnya. Anak yang
memiliki kecerdasan spasial adalah orang yang memiliki kapasitas dalam berfikir
secara tiga dimensi. Kecerdasan
spasial memungkinkan individu dapat mempersepsikan gambar-gambar baik internal
maupun eksternal dan mengartikan atau mengkomunikasikan informasi grafis.
d.
Kecerdasan Kinestetik
Kecerdasan
kinestetik adalah kecerdasan yang memungkinkan seorang memanipulasi objek dan
cakap melakukan aktivitas fisik. Kecerdasan ini ditunjukkan oleh kemampuan
seseorang untuk membangun hubungan yang penting antara pikiran dengan tubuh.
e.
Kecerdasan Musikal
Kecerdasan musikal
dibuktikan dengan adanya rasa sensitif terhadap nada, melodi, irama musik. Kecerdasan
musikal merupakan suatu alat yang potensial karena harmoni dapat merasuk ke
dalam jiwa seseorang melalui tempat-tempat yang tersembunyi di dalam jiwa.
f.
Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan
interpersonal adalah kapasitas yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat
memahami dan dapat melakukan interaksi secara efektif dengan orang lain. Pada
saat berinteraksi dengan orang lain, anak dapat memperkirakan perasaan,
temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan teman interaksinya, kemudian
memberikan respon yang layak
g. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan
intrapersonal diperlihatkan dalam bentuk kemampuan dalam membangun persepsi yang
akurat tentang diri sendiri dan menggunakan kemampuan tersebut dalam membuat
rencana dan mengarahkan orang lain.
h.
Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan ini
ditandai dengan keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies-flora dan fauna
di lingkungannya. Para pecinta alam adalah contoh orang tergolong sebagai orang
– orang yang memiliki kecerdasan ini.
Kemampuan
mendidik sangat erat kaitannya dengan kemampuan mengidentifikasi dan melihat
potensi kecerdasan pembelajar serta memahami bagaimana hal itu dikumpulkan
dalam suatu rangkaian belajar yang menarik. Setiap pembelajar memiliki sembilan
kecerdasan dan dapat dikembangkan sampai tingkat kompetensi yang paling optimal
dapat dicapai anak. Di sisi lain, masing-masing anak memiliki kecenderungan
(inklinasi) terhadap kecerdasan tertentu atau kelebihan yang ditunjukkan
melalui perilaku spesifik. Dalam pembelajaran harus dihindari pembatasan
kemampuan hanya dalam satu katagori atau wilayah kecerdasan tertentu saja.
Tetapi lebih penting bagaimana anak di perlakukan sebagai orang yang sedang
melakukan perjalanan hidupnya dengan cara yang memungkinkan mengoptimalkan apa
yang ada dalam dirinya.
Tabel
berikut menggambarkan tentang kecenderungan dan kegemaran dan perilaku
yang dapat dimati dan metode belajar yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan
masing-masing kecerdasan (http://novirizkiy.blogspot.com) :
Jenis Kecerdasan
|
Kecenderungan /
Kegemaran
|
Metode Belajar
|
|||
Bahasa / Verbal
|
Gemar :
- membaca
- menulis
- bercerita
- bermain kata
|
Membaca,
menulis, mendengar
|
|||
Matematis Logis
|
Gemar :
- bereksperimen
- tanya jawab
- menjawawab teka-teki logis
|
Berhitung,
aplikasi rumus, eksperimen
|
|||
Spasial
|
Gemar :
- mendesain
- menggambar
- berimajinasi
- membuat sketsa
|
Observasi,
menggambar, mewarnai, membuat peta
|
|||
Kinestetik tubuh
|
Gemar :
- menari
- berlari
- melompat
- meraba
- memberi isyarat
|
Membangun,
mempraktekan. menari, ekspresi
|
|||
Musikal
|
Gemar :
- bernyanyi
- bersiul
- bersenandung
|
Menyanyi,
menghayati lagu, mamainkan instrumen musik
|
|||
Interpersonal
|
Gemar :
- memimpin
- berorganisasi
|
Observasi alam
dan bermain kelompok bersama teman-teman
|
|||
Intrapersonal
|
Gemar :
-
menyendiri
-
memilih tokoh favorit yang positif, dan membaca serta menjadikan
mereka sebagai kawan imajinasi dalam memecahkan suatu permasalahan
|
Meluangkan
waktu sekitar sepuluh menit setiap sore hari untuk meninjau kembali secara
mental berbagai macam perasaan dan gagasan yang dialami.
|
|||
Naturalis
|
Gemar :
-
bermain di alam
-
memelihara hewan
-
senang dengan tumbuh-tumbuhan
|
Mengenali dan
mengkategorikan spesies-flora dan fauna di lingkungannya.
|
|||
|
|
|
|
||
DAFTAR PUSTAKA
http://novirizky.blogspot.com/2012/03/teori-kecerdasan-ganda.html
Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta. PT Indeks.
Sumantri Mulyani dan Syaodih Nana. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Universitas Terbuka
Tiada ulasan:
Catat Ulasan